limit fungsi eksponensial

FUNGSI EKSPONENSIAL SEBAGAI LIMIT
3.1  Barisan Fungsi dan Limit
Salah satu manfaat dari barisan fungsi adalah dapat digunakan untuk memperoleh aproksimasi untuk suatu fungsi tertentu sehingga dapat mendefinisikan fungsi baru yang telah diketahui sebelumnya ke dalam bentuk lainnya. Oleh sebab itu, untuk mendefinisikan fungsi eksponensial dalam bentuk limit, dapat dimulai dengan mengkaji suatu barisan fungsi.
Barisan fungsi merupakan suatu pengaitan 𝑛 terhadap 𝑓𝑛 dimana 𝑛 ∈ β„•. Dalam hal ini, 𝑓𝑛 merupakan fungsi dan memiliki daerah asal yang sama untuk tiap 𝑛 ∈ β„•. Misalkan diberikan 𝐸 ⊆ ℝ dan untuk setiap 𝑛 ∈ β„• terdapat suatu fungsi 𝑓𝑛 ∶ 𝐸 → ℝ, maka dapat dikatakan bahwa 𝑓𝑛 merupakan suatu barisan fungsi pada 𝐸 terhadap  ℝ. Sebagai contoh, misalkan terdapat sebuah barisan fungsi 𝑓𝑛(π‘₯) = π‘₯𝑛, dimana π‘₯ ∈ [0,1], untuk setiap 𝑛 ∈ β„•. Maka dapat dikatakan bahwa fungsi 𝑓𝑛 ∶ [0,1] → ℝ, atau dalam kata lain 𝑓𝑛 merupakan suatu barisan fungsi pada [0,1] terhadap ℝ.
Untuk beberapa nilai π‘₯ ∈ 𝐸, barisan fungsi 𝑓𝑛(π‘₯) dapat bersifat konvergen, dan juga untuk sebagian nilai π‘₯ ∈ 𝐸 lainnya dapat bernilai divergen. Misalkan β„• = {1,2,3,…} merupakan himpunan bilangan asli dan ℝ merupakan himpunan bilangan real dan misalkan {𝑓𝑛(π‘₯)}𝑛=1 ∞ merupakan barisan fungsi yang terdefinisi pada  𝐸 ⊆ ℝ. Barisan tersebut dikatakan konvergen terhadap fungsi 𝑓(π‘₯) pada 𝐸 jika
lim 𝑛→∞
𝑓𝑛(π‘₯) = 𝑓(π‘₯)  untuk setiap π‘₯ ∈ 𝐸,
artinya
∀ > 0 ∀ π‘₯ ∈ 𝐸 ∃ 𝑁 = 𝑁(,π‘₯) ∈ β„• ∀ 𝑛 ∈ β„•:𝑛 > 𝑁 ⇒
|𝑓𝑛(π‘₯)−𝑓(π‘₯)| <   (3.1)
 22  

Dalam hal ini dinotasikan sebagai 𝑓𝑛(π‘₯)
𝐸 →𝑓(π‘₯), (𝑛 → ∞) [6].
Pada persamaan (3.1) dijelaskan mengenai definisi dari kekonvergenan suatu barisan fungsi. Perbedaan antara kekonvergenan pada barisan biasa dan barisan fungsi adalah barisan konvergen terhadap suatu titik, sedangkan barisan fungsi konvergen pada suatu fungsi. 
 Sebelum menentukan suatu barisan fungsi, terdapat beberapa bilangan yang perlu dikaji. Bilangan ini bergantung pada nilai π‘₯ ∈ ℝ dan akan digunakan dalam menentukan barisan fungsi yang akan dikaji. Untuk π‘₯ ∈ ℝ, misalkan bilangan π‘š0 = π‘š0(π‘₯) dan 𝑛0 = 𝑛0(π‘₯) didefinisikan sebagai berikut:
π‘š0 = π‘š0(π‘₯) = {π‘˜ ∈ β„• | π‘˜ > π‘₯ }  dan  𝑛0 = 𝑛0(π‘₯) = {π‘˜ ∈ β„• | π‘˜ > −π‘₯ }. (3.2)
Maka dapat dilihat bahwa
 π‘š0 = 1 dan 𝑛0 = ⌊−π‘₯⌋+1 jika π‘₯ ≤ 0, dan  π‘š0 = ⌊π‘₯⌋+1 dan 𝑛0 = 1 jika π‘₯ ≥ 0, 
dimana ⌊π‘₯⌋ merupakan notasi pembulatan ke bawah dari bilanganπ‘₯ sehingga ⌊π‘₯⌋ merupakan bagian bilangan bulat dari π‘₯. Dari hal tersebut, jelas bahwa 1+ π‘₯ 𝑛 > 0 untuk setiap 𝑛 ≥ 𝑛0 dan 1− π‘₯ 𝑛 > 0 untuk setiap 𝑛 ≥ π‘š0. 
Dari penjabaran sebelumnya, mengarahkan kepada barisan fungsi yang akan dikaji dalam studi literatur ini. Adapun barisan fungsi yang dikaji adalah dua barisan {𝑓𝑛(π‘₯)}𝑛=1 ∞ dan  {𝑔𝑛(π‘₯)}𝑛=1 ∞ yang didefinisikan sebagai berikut:
𝑓𝑛(π‘₯) = 0 jika 𝑛 < 𝑛0 dan 𝑓𝑛(π‘₯) = (1+ π‘₯ 𝑛
)
𝑛
 jika 𝑛 ≥ 𝑛0 (3.3)
dan
𝑔𝑛(π‘₯) = 0 jika 𝑛 < π‘š0 dan 𝑔𝑛(π‘₯) = (1− π‘₯ 𝑛
) −𝑛
 jika 𝑛 ≥ π‘š0. (3.4)
 Untuk mendefinisikan fungsi eksponensial sebagai limit, terdapat lemma yang mendasari barisan fungsi yang hendak dikaji tersebut. Lemma berikut
 23  

merupakan sifat-sifat dari barisan fungsi yang didefinisikan pada (3.3) dan (3.4) dan akan digunakan dalam mendefinisikan fungsi eksponensial dalam bentuk limit.
Lemma 3.1. Misalkan π‘₯ ∈ ℝ dan barisan {𝑓𝑛(π‘₯)}𝑛=1 ∞ dan {𝑔𝑛(π‘₯)}𝑛=1 ∞ didefinisikan pada (3.3) dan (3.4). Maka [6]:
a. Barisan {𝑓𝑛(π‘₯)}𝑛=1 ∞ menaik untuk 𝑛 ≥ 𝑛0. Oleh sebab itu, 𝑓𝑛(π‘₯) ≤ 𝑓𝑛+1(π‘₯) untuk setiap 𝑛 ≥ 𝑛0. Khususnya, barisan tersebut menaik untuk π‘₯ ≥ 0 karena 𝑛0 = 1. b. Barisan {𝑔𝑛(π‘₯)}𝑛=1 ∞ menurun untuk 𝑛 ≥ π‘š0. Oleh sebab itu, 𝑔𝑛(π‘₯) ≥ 𝑔𝑛+1(π‘₯) untuk setiap 𝑛 ≥ π‘š0. Khususnya, barisan tersebut menurun untuk π‘₯ ≤ 0 karena π‘š0 = 1. c. 0 ≤ 𝑔𝑛(π‘₯)−𝑓𝑛(π‘₯) ≤ π‘₯2 𝑛 π‘”π‘˜0(π‘₯) untuk setiap 𝑛 ≥ π‘˜0 = max(π‘š0, 𝑛0). d. lim 𝑛→∞ 𝑓𝑛(π‘₯) = sup{𝑓𝑛(π‘₯) | 𝑛 ∈ β„•}terdefinisi dan lim 𝑛→∞ 𝑔𝑛(π‘₯) = lim 𝑛→∞ 𝑓𝑛(π‘₯) = 𝐿. Lebih jauh,  𝑓𝑛0(π‘₯) ≤ 𝐿 ≤ π‘”π‘š0(π‘₯). e. Jika |β„Ž| < 1 maka 1+β„Ž ≤ (1+ β„Ž 𝑛 ) 𝑛 ≤ (1− β„Ž 𝑛 ) −𝑛 ≤ (1−β„Ž)−1 untuk setiap 𝑛 ≥ 1. (3.5)
Bukti:
a. Akan dibuktikan bahwa barisan {𝑓𝑛(π‘₯)}𝑛=1 ∞ menaik untuk 𝑛 ≥ 𝑛0. Dengan kata lain, 𝑓𝑛(π‘₯) ≤ 𝑓𝑛+1(π‘₯) untuk setiap 𝑛 ≥ 𝑛0.  
Misalkan 𝑛 ≥ 𝑛0 . Dari pertidaksamaan AGM (Aritmathic and Geometry Means) pada Teorema 2.3.2. yaitu:
π‘Ž1+π‘Ž2+⋯+π‘Žπ‘›+1 𝑛+1
≥ √π‘Ž1π‘Ž2 …π‘Žπ‘›+1 𝑛+1    (π‘Žπ‘– > 0, 𝑖 = 1,2,…,𝑛 +1)  (3.6)
dimana
π‘Ž1 = 1, π‘Ž2 = π‘Ž3 = ⋯ = π‘Žπ‘›+1 = 1+
π‘₯ 𝑛
> 0
dan dengan mensubstitusi nilai π‘Žπ‘– dimana π‘Žπ‘– > 0 dan 𝑖 = 1,2,…,𝑛 +1 ke pertidaksamaan AGM, maka didiperoleh:
 24  

1+∑ π‘Žπ‘– 𝑛+1 𝑖=2 𝑛 +1
≥ √1∏π‘Žπ‘– 𝑛+1 𝑖=2 𝑛+1

1+∑ (1+π‘₯ 𝑛)𝑛 +1 𝑖=2 𝑛 +1
≥ √1∏(1+
π‘₯ 𝑛
)
𝑛+1
𝑖=2
𝑛+1

1+𝑛(1+
π‘₯ 𝑛)
𝑛 +1
≥ √(1+
π‘₯ 𝑛
) 𝑛𝑛 +1

1+𝑛 +π‘₯ 𝑛 +1
≥ √(1+
π‘₯ 𝑛
) 𝑛𝑛 +1

𝑛 +1 𝑛 +1
+
π‘₯ 𝑛 +1
≥ √(1+
π‘₯ 𝑛
) 𝑛𝑛 +1

1+
π‘₯ 𝑛 +1
≥ √(1+
π‘₯ 𝑛
) 𝑛𝑛 +1

(1+
π‘₯ 𝑛 +1
)
𝑛+1
≥ (1+
π‘₯ 𝑛
)
𝑛

Sehingga dapat disimpulkan:
𝑓𝑛+1(π‘₯) = (1+ π‘₯ 𝑛+1 )
𝑛+1
≥ (1+ π‘₯ 𝑛
)
𝑛
= 𝑓𝑛(π‘₯).
Karena 𝑓𝑛(π‘₯) ≤ 𝑓𝑛+1(π‘₯), maka terbukti bahwa barisan {𝑓𝑛(π‘₯)}𝑛=1 ∞ menaik untuk 𝑛 ≥ 𝑛0.
b. Akan dibuktikan bahwa barisan {𝑔𝑛(π‘₯)}𝑛=1 ∞ menurun untuk 𝑛 ≥ π‘š0. Dengan kata lain, 𝑔𝑛(π‘₯) ≥ 𝑔𝑛+1(π‘₯) untuk setiap 𝑛 ≥ π‘š0.
Misalkan 𝑛 ≥ π‘š0 . Dengan menggunakan pertidaksamaan AGM pada (3.6) dengan
 25  

π‘Ž1 = 1, π‘Ž2 = π‘Ž3 = ⋯ = π‘Žπ‘›+1 = 1− π‘₯ 𝑛
> 0.
Maka diperoleh
1+∑ π‘Žπ‘– 𝑛+1 𝑖=2 𝑛 +1
≥ √1∏π‘Žπ‘– 𝑛+1 𝑖=2 𝑛+1

1+∑ (1−π‘₯ 𝑛)𝑛 +1 𝑖=2 𝑛 +1
≥ √1∏(1−
π‘₯ 𝑛
)
𝑛+1
𝑖=2
𝑛+1

1+𝑛(1−
π‘₯ 𝑛)
𝑛 +1
≥ √(1−
π‘₯ 𝑛
) 𝑛𝑛 +1

1+𝑛 −π‘₯ 𝑛 +1
≥ √(1−
π‘₯ 𝑛
) 𝑛𝑛 +1

𝑛 +1 𝑛 +1

π‘₯ 𝑛 +1
≥ √(1−
π‘₯ 𝑛
) 𝑛𝑛 +1

1−
π‘₯ 𝑛 +1
≥ √(1−
π‘₯ 𝑛
) 𝑛𝑛 +1

(1−
π‘₯ 𝑛 +1
)
𝑛+1
≥ (1−
π‘₯ 𝑛
)
𝑛
> 0
Yang mana hal tersebut mengakibatkan
(1−
π‘₯ 𝑛
)
−𝑛
≥ (1−
π‘₯ 𝑛 +1
) −(𝑛+1)

Sehingga dapat disimpulkan:
𝑔𝑛(π‘₯) = (1−
π‘₯ 𝑛
) −𝑛
≥ (1−
π‘₯ 𝑛 +1
)
−(𝑛+1)
= 𝑔𝑛+1(π‘₯)
 26  

Karena 𝑔𝑛(π‘₯) ≥ 𝑔𝑛+1(π‘₯), maka terbukti bahwa barisan {𝑔𝑛(π‘₯)}𝑛=1 ∞ menurun untuk 𝑛 ≥ π‘š0. 
c. Akan dibuktikan bahwa 0 ≤ 𝑔𝑛(π‘₯)−𝑓𝑛(π‘₯) ≤ π‘₯2 𝑛
π‘”π‘˜0(π‘₯) untuk setiap 𝑛 ≥ π‘˜0 =
max(π‘š0, 𝑛0).
Misalkan 𝑛 ≥ π‘˜0 = max (π‘š0,𝑛0) . Dengan mengurangkan barisan 𝑔𝑛(π‘₯) terhadap barisan 𝑓𝑛(π‘₯), maka diperoleh hasil sebagai berikut:
𝑔𝑛(π‘₯)−𝑓𝑛(π‘₯) = 𝑔𝑛(π‘₯)(1− 𝑓𝑛(π‘₯) 𝑔𝑛(π‘₯)
) = 𝑔𝑛(π‘₯)(1−π‘žπ‘›),  (3.7)
dimana π‘ž = 1− π‘₯2 𝑛2. 
Dari definisi bilangan π‘š0dan 𝑛0 dapat dikatakan bahwa 𝑛 ≥ π‘˜0 ≥ |π‘₯|. Hal tersebut menyebabkan  0 < 1− π‘₯2 𝑛2 = π‘ž ≤ 1.
Karena 0 < π‘ž ≤ 1, maka π‘žπ‘› ≤ 1 dan 1−π‘žπ‘› ≥ 0. Oleh sebab itu, sudah jelas dari persamaan (3.7) bahwa 𝑔𝑛(π‘₯)−𝑓𝑛(π‘₯) ≥ 0 untuk 𝑛 ≥ π‘˜0. Di sisi lain, dengan sifat pada persamaan (3.7) diperoleh:
0 ≤ 𝑔𝑛(π‘₯)−𝑓𝑛(π‘₯) = 𝑔𝑛(π‘₯)(1−π‘žπ‘›)
= 𝑔𝑛(π‘₯)(1−π‘ž)(1+π‘ž +⋯+π‘žπ‘›−1)
≤ π‘”π‘˜0(π‘₯)∙
π‘₯2 𝑛2
(1+1+⋯+1)
= π‘”π‘˜0(π‘₯)∙
π‘₯2 𝑛2
∙𝑛 =
π‘₯2 𝑛
π‘”π‘˜0(π‘₯)
Oleh karena itu, terbukti bahwa
0 ≤ 𝑔𝑛(π‘₯)−𝑓𝑛(π‘₯) ≤ π‘₯2 𝑛
π‘”π‘˜0(π‘₯)  untuk setiap  𝑛 ≥ π‘˜0. (3.8)
Dari pertidaksamaan terakhir, perhatikan bahwa diberikan > 0, pilih suatu bilangan asli 𝑁 dimana 𝑁 ≥ π‘˜0 dan 𝑁 > π‘₯2π‘”π‘˜0(π‘₯)  maka
 27  

|𝑔𝑛(π‘₯)−𝑓𝑛(π‘₯)| = 𝑔𝑛(π‘₯)−𝑓𝑛(π‘₯) <   untuk setiap 𝑛 > 𝑁.
Maka diperoleh
lim 𝑛→∞ (𝑔𝑛(π‘₯)−𝑓𝑛(π‘₯)) = 0.  (3.9)
d. Akan dibuktikan lim 𝑛→∞
𝑓𝑛(π‘₯) = sup{𝑓𝑛(π‘₯) | 𝑛 ∈ β„•}terdefinisi dan lim 𝑛→∞
𝑔𝑛(π‘₯) =
lim 𝑛→∞
𝑓𝑛(π‘₯) = 𝐿. Lebih jauh,  𝑓𝑛0(π‘₯) ≤ 𝐿 ≤ π‘”π‘š0(π‘₯).
Misalkan π‘˜0 = max (π‘š0,𝑛0) ≥ π‘š0. Dari Lemma 3.1 bagian b maka diperoleh 𝑔𝑛(π‘₯) ≤ π‘”π‘˜0(π‘₯) untuk setiap 𝑛 ≥ π‘˜0. Dan dari Lemma 3.1 bagian c diperoleh 𝑓𝑛(π‘₯) ≤ 𝑔𝑛(π‘₯) ≤ π‘”π‘˜0(π‘₯) untuk setiap 𝑛 ≥ π‘˜0,
Yang mana hal tersebut membuktikan bahwa barisan {𝑓𝑛(π‘₯)}𝑛=1 ∞ terbatas atas untuk setiap π‘₯ ∈ ℝ dan lim 𝑛→∞ 𝑓𝑛(π‘₯) = 𝐿, dimana
𝐿 = sup{𝑓𝑛(π‘₯)|𝑛 ∈ 𝑁} = sup{𝑓𝑛(π‘₯)|𝑛 ≥ 𝑛0}.
Di sisi lain, dari (3.9),
lim 𝑛→∞
𝑔𝑛(π‘₯) = lim 𝑛→∞
((𝑔𝑛(π‘₯)−𝑓𝑛(π‘₯))+𝑓𝑛(π‘₯)) = 𝐿.
e.  Akan dibukikan untuk setiap |β„Ž| < 1, maka 1+β„Ž ≤ (1+ β„Ž 𝑛
)
𝑛
≤ (1− β„Ž 𝑛
)
−𝑛

(1−β„Ž)−1 untuk setiap 𝑛 ≥ 1.
 Perhatikan bahwa π‘š0 = 𝑛0 = 1 karena |β„Ž| < 1. Dari Lemma 3.1 bagian a, b, dan c menghasilkan:
1+β„Ž = 𝑓1(β„Ž) ≤ 𝑓𝑛(β„Ž) ≤ 𝑔𝑛(β„Ž) ≤ 𝑔1(β„Ž) = (1−β„Ž)−1 
untuk setiap 𝑛 ≥ π‘˜0 = 1.
Maka terbukti bahwa 1+β„Ž ≤ (1+ β„Ž 𝑛
)
𝑛
≤ (1− β„Ž 𝑛
)
−𝑛
≤ (1−β„Ž)−1 untuk
setiap 𝑛 ≥ 1.

 28  


3.2  Fungsi Eksponensial sebagai Limit dan Sifat-Sifatnya
Sebelum lebih jauh membahas mengenai fungsi eksponensial, perhatikan bahwa Lemma 3.1.c yang mengarah pada persamaan (3.8) mengimplikasikan eksistensi dari limit pada persamaan (3.9) yaitu sabagai berikut:
lim 𝑛→∞ (𝑔𝑛(π‘₯)−𝑓𝑛(π‘₯)) = 0.   
Bukti:
i. Analisis Pendahuluan
 Misalkan > 0 sebarang, akan dicari suatu bilangan asli 𝑁 = 𝑁(π‘₯,) dimana ∀ 𝑛 ∈ β„•dan 𝑛 > 𝑁 ≥ π‘˜0 = max (π‘š0,𝑛0) sedemikian sehingga berlaku |𝑔𝑛(π‘₯)−𝑓𝑛(π‘₯)| < . Dari persamaan (3.8) diperoleh:
𝑔𝑛(π‘₯)−𝑓𝑛(π‘₯) ≤
π‘₯2 𝑛
π‘”π‘˜0(π‘₯) <
π‘₯2 𝑁
π‘”π‘˜0(π‘₯) < .
⇔   
π‘₯2π‘”π‘˜0(π‘₯)
< 𝑁 .
Oleh sebab itu, pilih 𝑁 > π‘₯2π‘”π‘˜0(π‘₯)
.
ii. Bukti Formal
Diberikan > 0sebarang, pilih suatu bilangan asli 𝑁 dimana 𝑁 ≥ π‘˜0 dan 𝑁 > π‘₯2π‘”π‘˜0(π‘₯) ,  maka dengan menggunakan Lemma 3.1 bagian c, diperoleh
|𝑔𝑛(π‘₯)−𝑓𝑛(π‘₯)| = 𝑔𝑛(π‘₯)−𝑓𝑛(π‘₯)

π‘₯2 𝑛
π‘”π‘˜0(π‘₯)
<
π‘₯2 𝑁
π‘”π‘˜0(π‘₯)
 29  

<
     π‘₯2π‘”π‘˜0(π‘₯)      π‘₯2π‘”π‘˜0(π‘₯)
 = π‘₯2π‘”π‘˜0(π‘₯). π‘₯2π‘”π‘˜0(π‘₯)
= .
Sehingga dapat disimpulkan bahwa |𝑔𝑛(π‘₯)−𝑓𝑛(π‘₯)| <   untuk setiap 𝑛 > 𝑁. Terbukti bahwa lim 𝑛→∞ (𝑔𝑛(π‘₯)−𝑓𝑛(π‘₯)) = 0.  
Perhatikan bahwa  lim 𝑛→∞
(𝑔𝑛(π‘₯)−𝑓𝑛(π‘₯)) = 0. Dengan menggunakan salah
satu sifat limit maka diperoleh
lim 𝑛→∞
𝑔𝑛(π‘₯)− lim 𝑛→∞
𝑓𝑛(π‘₯) = 0
lim 𝑛→∞
𝑔𝑛(π‘₯) = lim 𝑛→∞
𝑓𝑛(π‘₯)
lim 𝑛→∞
(1− π‘₯ 𝑛
)
−𝑛
= lim 𝑛→∞
(1+ π‘₯ 𝑛
)
𝑛
   (3.10)
untuk setiap π‘₯ ∈ ℝ.  
Telah dijelaskan bahwa untuk mendefinisikan fungsi eksponensial dalam bentuk limit dibutuhkan suatu fungsi barisan yang konvergen terhadap fungsi tersebut. Hal tersebut membolehkan untuk mendefinisikan suatu fungsi exp: ℝ → (0,∞), yaitu:
exp(π‘₯) = lim 𝑛→∞
(1+
π‘₯ 𝑛
)
𝑛
= lim 𝑛→∞
(1−
π‘₯ 𝑛
)
−𝑛
,   untuk π‘₯ ∈ ℝ.                            (3.11)
Bukti:
Misalkan exp(π‘₯) = ∑ π‘₯𝑛 𝑛! ∞ 𝑛=0 = 1+π‘₯ + π‘₯2 2!
+ π‘₯3 3!
+⋯
Akan dibuktikan bahwa exp(π‘₯) = lim 𝑛→∞
(1+ π‘₯ 𝑛
)
𝑛
. Jika 𝑛 > π‘₯ maka dengan
menggunakan teorema binomial diperoleh
(1+
π‘₯ 𝑛
)
𝑛
= ∑(
𝑛 π‘˜)1𝑛−π‘˜ (
π‘₯ 𝑛
)
π‘˜
𝑛
π‘˜=0
= 1+π‘₯ +
𝑛(𝑛−1) 2!
(
π‘₯ 𝑛
)
2
+⋯+
𝑛! 𝑛!
(
π‘₯ 𝑛
)
𝑛

 30  

sehingga
(1+
π‘₯ 𝑛
)
𝑛
< 1+π‘₯ +
π‘₯2 2!
+⋯+
π‘₯𝑛 𝑛!
= exp (π‘₯)
Selain itu, perhatikan barisan (1− π‘₯ 𝑛
)
−𝑛
. Dengan menggunakan teorema binomial
negatif maka diperoleh
(1−
π‘₯ 𝑛
) −𝑛
= ∑−1π‘˜ (𝑛 +π‘˜ −1 π‘˜ )1−𝑛−π‘˜ (−
π‘₯ 𝑛
)
π‘˜

π‘˜=0
= 1+π‘₯ +
𝑛(𝑛 +1) 2!
(
π‘₯ 𝑛
)
2
+⋯
sehingga
(1−
π‘₯ 𝑛
)
−𝑛
> 1+π‘₯ +
π‘₯2 2!
+⋯+
π‘₯𝑛 𝑛!
= exp (π‘₯)
Hal tersebut mengakibatkan untuk 0 < π‘₯ < 𝑛 diperoleh
(1+
π‘₯ 𝑛
)
𝑛
< exp (π‘₯) < (1−
π‘₯ 𝑛
)
−𝑛

Dengan menggunakan teorema 2.5.2, karena telah diketahui bahwa
lim 𝑛→∞
(1− π‘₯ 𝑛
)
−𝑛
= lim 𝑛→∞
(1+ π‘₯ 𝑛
)
𝑛
 
Maka terbukti bahwa
exp(π‘₯) = lim 𝑛→∞
(1+
π‘₯ 𝑛
)
𝑛
= lim 𝑛→∞
(1−
π‘₯ 𝑛
)
−𝑛
,    untuk π‘₯ ∈ ℝ.
Dari persamaan tersebut, sudah jelas bahwa exp(0) = 1. Adapun untuk nilai dari exp(1) adalah khusus dan dinotasikan dengan e, yaitu:
𝑒 = lim 𝑛→∞
(1+
1 𝑛
) 𝑛
≈ 2,71828182846.
Maka dapat disimpulkan bahwa fungsi yang didefinisikan oleh (3.11) disebut dengan fungsi eksponensial pada basis e. Fungsi ini juga dinotasikan dengan 𝑒π‘₯. 

 31  

3.2.1  Sifat-Sifat Fungsi Eksponensial
Pada bagian ini akan dibuktikan sifat-sifat fungsi eksponensial yang telah didefinisikan pada persamaan (3.11). Terdapat lima sifat yang akan dibahas, yaitu sebagai berikut [6]:
Sifat 1. Misalkan π‘₯ ∈ ℝ, berlaku:
i. Jika π‘₯ > −1 maka exp(π‘₯) > 1+π‘₯. Khususnya, exp (π‘₯) > 1 untuk π‘₯ > 0.
ii. Jika π‘₯ < 1 maka exp (π‘₯) ≤ 1 1−π‘₯
. Khususnya, exp (π‘₯) < 1 untuk π‘₯ < 0.
Bukti:
i. Karena π‘₯ > −1 maka 𝑛0 = ⌊−π‘₯⌋+1 = 1. Dengan sifat pada Lemma 3.1, bagian  a dan d, maka berlaku:
exp(π‘₯) ≥ (1+
π‘₯ 2
) 2
> (1+
π‘₯ 1
) 1
= 1+π‘₯.
ii. Jika π‘₯ < 1 maka π‘š0 = ⌊π‘₯⌋+1 = 1. Pada Lemma 3.1 bagian b, c, dan d, 𝑓𝑛(π‘₯) ≤ 𝑔𝑛(π‘₯) ≤ 𝑔1(π‘₯) untuk setiap 𝑛 ≥ π‘˜0 = max (π‘š0,𝑛0) dan misalkan 𝑛 → ∞ maka diperoleh:
exp(π‘₯) = lim 𝑛→∞
𝑓𝑛(π‘₯) ≤ 𝑔1(π‘₯) = (1−
π‘₯ 1
)
−1
=
1 1−π‘₯
 .
Sifat 2. (Sifat Perkalian)
exp(π‘₯ +𝑦) = exp(π‘₯)exp(𝑦) = exp(𝑦)exp(π‘₯)  untuk setiap π‘₯,𝑦 ∈ ℝ. (3.12) Secara khusus, exp(−π‘₯) = (exp (π‘₯))−1 = 1 exp (π‘₯)  untuk setiap π‘₯ ∈ ℝ. (3.13)
Bukti: 
Misalkan terdapat suatu barisan sebagai berikut:
𝑓𝑛(π‘₯) =(1+
π‘₯ 𝑛
)
𝑛
, 𝑓𝑛(𝑦) =(1+
𝑦 𝑛
)
𝑛
, dan     𝑓𝑛(π‘₯ +𝑦) =(1+
π‘₯ +𝑦 𝑛
) 𝑛

dimana 𝑛 ≥ π‘˜0 ≥ |π‘₯|+|𝑦|. Dari Lemma 3.1, bagian d, maka diperoleh:
 32  

lim 𝑛→∞
𝑓𝑛(π‘₯) = exp(π‘₯),   lim 𝑛→∞
𝑓𝑛(𝑦) = exp(𝑦)  dan lim 𝑛→∞
𝑓𝑛(π‘₯ +𝑦) = exp(π‘₯ +𝑦).
Karena β„Ž(𝑛) ≝ π‘₯𝑦 𝑛+π‘₯+𝑦
→ 0  dimana  𝑛 → ∞ , pilih suatu 𝑁 yang cukup besar
sehingga |β„Ž(𝑛)| < 1 untuk 𝑛 ≥ 𝑁. Sehingga
𝑓𝑛(π‘₯)𝑓𝑛(𝑦) 𝑓𝑛(π‘₯ +𝑦)
= (1+
π‘₯𝑦 𝑛(𝑛 +π‘₯ +𝑦)
) 𝑛
= (1+
β„Ž(𝑛) 𝑛
) 𝑛
   untuk 𝑛 ≥ 𝑁.           (3.14)
Berdasarkan Lemma 3.1, bagian e, dari persamaan (3.14) jelas bahwa
1+β„Ž(𝑛) ≤ (1+ β„Ž(𝑛) 𝑛
) 𝑛
= 𝑓𝑛(π‘₯)𝑓𝑛(𝑦) 𝑓𝑛(π‘₯+𝑦)
≤ (1−β„Ž(𝑛))−1 (3.15)
Berdasarkan catatan sebelumnya bahwa
lim 𝑛→∞
1+β„Ž(𝑛) = lim 𝑛→∞
(1−β„Ž(𝑛))−1 = 1
Maka dari persamaan (3.15), dengan menggunakan teorema apit, diperoleh:
lim 𝑛→∞
𝑓𝑛(π‘₯)𝑓𝑛(𝑦) 𝑓𝑛(π‘₯ +𝑦)
= 1
Sehingga
exp (π‘₯)exp (𝑦) exp (π‘₯ +𝑦)
=
lim 𝑛→∞
𝑓𝑛(π‘₯) lim 𝑛→∞
𝑓𝑛(𝑦)
lim 𝑛→∞
𝑓𝑛(π‘₯ +𝑦)
=
lim 𝑛→∞
𝑓𝑛(π‘₯)𝑓𝑛(𝑦)
lim 𝑛→∞
𝑓𝑛(π‘₯ +𝑦)
= 1
Terbukti bahwa exp(π‘₯)exp(𝑦) = exp(π‘₯ +𝑦).
Sifat 3. Diberikan 𝑑,π‘₯ ∈ ℝ, jika 𝑑 < π‘₯, maka exp(𝑑) < exp (π‘₯). Oleh sebab itu, fungsi eksponensial merupakan fungsi menaik pada ℝ.
Bukti: 
Jika π‘₯ > 𝑑 maka π‘₯ −𝑑 > 0 dan dengan menggunakan Sifat 1, exp (π‘₯ −𝑑) > 1. Maka diperoleh
exp(π‘₯) = exp((π‘₯ −𝑑)+𝑑) = exp(π‘₯ −𝑑)exp(𝑑) > 1.exp(𝑑) = exp(𝑑).
 33  

Karena exp(𝑑) < exp (π‘₯), maka terbukti bahwa fungsi eksponensial merupakan fungsi menaik pada ℝ..
Sifat 4. Jika π‘₯ > 0, maka 0 < exp(π‘₯)−1 ≤ π‘₯exp(π‘₯).
Bukti: 
Misalkan 𝑛 ∈ β„•. Maka diperoleh
0 < (1+
π‘₯ 𝑛
)
𝑛
−1 =(1+
π‘₯ 𝑛
−1)((1+
π‘₯ 𝑛
)
𝑛−1
+(1+
π‘₯ 𝑛
)
𝑛−2
+⋯+1)
<
π‘₯ 𝑛
((1+
π‘₯ 𝑛
) 𝑛
+(1+
π‘₯ 𝑛
)
𝑛
+⋯+(1+
π‘₯ 𝑛
)
𝑛
)
=
π‘₯ 𝑛
∙𝑛(1+
π‘₯ 𝑛
)
𝑛
= π‘₯(1+
π‘₯ 𝑛
)
𝑛
< π‘₯exp(π‘₯).
Sehingga,
0 < (1+
π‘₯ 𝑛
) 𝑛
−1 < π‘₯exp(π‘₯)    untuk setiap 𝑛 ∈ β„•.
Misalkan 𝑛 → ∞, maka pada pertidaksamaan terakhir memberikan
0 < exp(π‘₯)−1 < π‘₯exp(π‘₯). (3.16)
Sifat 5. Fungsi eksponensial kontinu pada ℝ, dengan kata lain, untuk suatu bilangan real π‘Ž dan sebarang > 0, terdapat 𝛿 = 𝛿(,π‘Ž) > 0 sedemikian sehingga jika |π‘₯ −π‘Ž| < 𝛿 maka |exp(π‘₯)−exp (π‘Ž)| < .
Bukti: 
Perhatikan bahwa exp (1) ≈ 2,71828182846. Maka pertama-tama, akan ditunjukkan bahwa
|exp(𝑑) −1| ≤ 3|𝑑|  untuk |𝑑| < 1. (3.17)
Sudah jelas bahwa pertidaksamaan tersebut benar jika 𝑑 = 0. 
 34  

Kemudian misalkan 𝑑 ≠ 0. Jika 0 < 𝑑 < 1 maka dengan menggunakan Sifat 3 diperoleh exp(𝑑) < exp(1) = 𝑒 < 3. Berdasarkan Sifat 4, maka berlaku 0 < exp(𝑑)−1 < 3𝑑.
Sekarang, misalkan −1 < 𝑑 < 0. Dari satu sisi, dengan menggunakan Sifat 1, maka berlaku exp(𝑑) < 1. Di sisi lainnya, 0 < −𝑑 < 1 sehingga 0 < exp(−𝑑)−1 < 3(−𝑑) = 3|𝑑|, maka berlaku
|exp(𝑑)−1| = |exp (𝑑)(1−exp (−𝑑))| = exp(𝑑)(exp(−𝑑)−1) < 3exp(𝑑)|𝑑| < 3|𝑑|.
Sehingga (3.17) telah terbukti. Misalkan π‘Ž ∈ ℝ dan nilai π‘₯ memenuhi |π‘₯ −π‘Ž| < 1. Misalkan 𝑑 pada (3.17) didefinisikan sebagai 𝑑 = π‘₯ −π‘Ž, maka diperoleh 
|exp(π‘₯ −π‘Ž)−1| < 3|π‘₯ −π‘Ž|.
Kalikan persamaan tersebut dengan exp (π‘Ž) dan dengan menggunakan Sifat 2 maka diperoleh:
|exp(π‘₯)−exp (π‘Ž)| < 3exp(π‘Ž)|π‘₯ −π‘Ž| untuk setiap π‘₯ ∈ ℝ sedemikian sehingga |π‘₯ −π‘Ž| < 1. (3.18)
Dari syarat (3.18) jelas bahwa memilih 𝛿 dimana
0 < 𝛿 < π‘šπ‘–π‘›(
1 2
 ,
3exp(π‘Ž)
),
Maka |exp(π‘₯)−exp (π‘Ž)| <  untuk setiap π‘₯ ∈ ℝ sedemikian sehingga |π‘₯ −π‘Ž| < 𝛿. Hal tersebut membuktikan bahwa lim 𝑛→∞ exp(π‘₯) = exp (π‘Ž).

 
 35  

3.3  Fungsi Logaritma sebagai Limit
 Pada subbab sebelumnya telah dijelaskan mengenai fungsi eksponensial dalam bentuk limit. Fungsi eksponensial memiliki kaitan yang sangat erat dengan fungsi logaritma. Dalam beberapa literatur matematika telah dijelaskan bahwa fungsi logaritma merupakan invers dari fungsi eksponensial. Oleh karena itu, setelah mengetahui fungsi eksponensial dalam bentuk limit, maka akan dikaji mengenai fungsi logaritma pada subbab ini.
 Menurut Sifat 5, fungsi eksponensial menaik pada ℝ. Menurut Sifat 1, bagian i, exp(π‘₯) > 1+π‘₯ > π‘₯ untuk π‘₯ ≥ 0. Di sisi lain, jika π‘₯ < 0 maka dari persamaan (3.12) telah diketahui bahwa exp(π‘₯)exp(−π‘₯) = exp(π‘₯ −π‘₯) = exp(0) = 1 sehingga mengakibatkan exp (π‘₯) > 0. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa fungsi eksponensial exp:ℝ → (0,∞) merupakan fungsi satu-ke-satu dan berlaku invers. Invers fungsi eksponensial pada basis 𝑒dinotasikan dengan ln yang disebut logaritma natural dan dinamakan dengan fungsi logaritma pada basis 𝑒, dimana didefinisikan sebagai ln:(0,∞) → ℝ.
 Misalkan 𝑦 ∈ (0,∞) . Terdapat π‘₯ ∈ ℝ sedemikian sehingga exp (π‘₯) = 𝑦. Kemudian pilih 𝑏 > 0 dimana 𝑏 > 𝑦 −1. Berdasarkan Sifat 1, bagian i, maka exp(𝑏) > 1+𝑏 > 𝑦.
 Di sisi lain, misalkan π‘Ž suatu bilangan negatif sedemikian sehingga π‘Ž < 1− 1 𝑦 . Dengan Sifat 1, bagian ii, maka di peroleh
exp(π‘Ž) ≤
1 1−π‘Ž
<
1 1−(1−
1 𝑦)
= 𝑦.
 Dari penjabaran di atas, dapat dikatakan bahwa untuk setiap 𝑦 ∈ (0,∞) terdapat dua bilangan real π‘Ž dan 𝑏 sedemikian sehingga π‘Ž < 𝑏 dan exp (π‘Ž) < 𝑦 < exp (𝑏). Misalkan fungsi exp (π‘₯) berada pada interval [π‘Ž,𝑏]. Karena fungsi tersebut kontinu pada [π‘Ž,𝑏] (Sifat 1), maka hal tersebut memenuhi semua nilai antara exp (π‘Ž) dan exp (𝑏). Oleh karena itu, pilih π‘₯ pada [π‘Ž,𝑏] dimana 𝑦 = exp (π‘₯). Bilangan π‘₯ ini unik karena fungsi eksponensial merupakan fungsi satu-ke-satu.
 36  

Maka telah terbukti bahwa fungsi exp:ℝ → (0,∞) merupakan fungsi satu-ke-satu dan fungsi pada. Oleh karena itu, ln(𝑦) = π‘₯ ⇔ 𝑦 = exp (π‘₯). Maka jelas bahwa
exp(ln(𝑦)) = 𝑦  ∀ 𝑦 > 0   dan  ln(exp(π‘₯)) = π‘₯  ∀ π‘₯ ∈ ℝ.
Karena telah terbukti bahwa fungsi ln (π‘₯) merupakan invers dari fungsi exp(π‘₯) dan juga telah didefinisikan pada (3.11) bahwa
 exp(π‘₯) = lim 𝑛→∞
(1+ π‘₯ 𝑛
)
𝑛
= lim 𝑛→∞
(1− π‘₯ 𝑛
)
−𝑛
,   untuk π‘₯ ∈ ℝ.
Maka dapat didefinisikan fungsi logaritma dalam bentuk limit adalah sebagai berikut [7]:
ln(π‘₯) = lim 𝑛→∞
𝑛(√π‘₯ 𝑛 −1),   π‘₯ > 0  (3.19)
Bukti.
Misalkan 𝑦 = (1+ π‘₯ 𝑛
)
𝑛
, maka invers dari fungsi y adalah
𝑦 = (1+
π‘₯ 𝑛
)
𝑛

√𝑦 𝑛  = 1+
π‘₯ 𝑛

π‘₯ 𝑛
 = √𝑦 𝑛 −1
π‘₯ = 𝑛(√𝑦 𝑛 −1).
Karena fungsi ln (π‘₯) merupakan invers dari fungsi eksponensial yang telah didefinisikan pada (3.11), maka terbukti bahwa
ln(π‘₯) = lim 𝑛→∞
𝑛(√π‘₯ 𝑛 −1),   π‘₯ > 0.
Setelah mendefinisikan fungsi logaritma natural dalam bentuk limit, akan ditunjukan bahwa fungsi tersebut kontinu pada (0,∞). Berikut merupakan teorema yang mendukung pernyataan tersebut.
 37  

Teorema 3.1 Fungsi logaritma natural kontinu pada (0,∞)  [6].
Bukti:
Untuk membuktikan bahwa fungsi logaritma natural kontinu pada (0,∞) , dilakukan dengan cara menunjukan bahwa lim 𝑦→𝑏 ln (𝑦) = ln (𝑏) dimana 𝑏 > 0.
i. Analisis Pendahuluan
Misalkan diberikan 𝑏 > 0 dan > 0. Akan dipilih 𝛿 > 0 dimana 0 < |𝑦−𝑏| < 𝛿 yang berpadanan sedemikian rupa sehingga |ln (𝑦)−ln (𝑏)| < .
Perhatikan persamaan berikut:
|ln (𝑦)−ln (𝑏)| = |ln (
𝑦 𝑏
)|
= |ln (
𝑦 𝑏
−1+1)|
= ln| 𝑦 −𝑏 𝑏
+1|
≤ ln(|
𝑦 −𝑏 𝑏
|+|1|)
= ln( |𝑦 −𝑏| 𝑏
+1)
< ln( 𝛿 𝑏
+1) < .
Karena ln(𝛿 𝑏
+1) < , maka diperoleh
exp(ln(
𝛿 𝑏
+1)) < exp()
𝛿 𝑏
+1 < exp()
𝛿 𝑏
< exp()−1
 38  

𝛿 < 𝑏(exp()−1).
Selain pertidaksamaan tersebut, karena |𝑦 −𝑏| < 𝛿 yang berarti −𝛿 < 𝑦 −𝑏 < 𝛿 dan |ln (𝑦)−ln (𝑏)| <  yang berarti − < ln (𝑦)−ln (𝑏) < , maka dari perhitungan sebelumnya berlaku juga pertidaksamaan berikut:
− < ln( −𝛿 𝑏
+1)
exp (−) < exp (ln(
−𝛿 𝑏
+1))
exp(−) < −
𝛿 𝑏
+1
𝛿 𝑏
< 1−exp(−)
𝛿 < 𝑏(1−exp(−))
Maka dari penjabaran diatas, pilih 𝛿 = min (𝑏(exp()−1), 𝑏(1−exp(−))).
ii. Bukti Formal
Diberikan 𝑏 > 0 dan > 0 sebarang, pilih 𝛿 = min(𝑏(exp()−1), 𝑏(1− exp(−))) = 𝑏(exp()−1) dimana 𝛿 > 0 dan 0 < |𝑦−𝑏| < 𝛿 yang berpadanan sedemikian rupa sehingga 
|ln (𝑦)−ln (𝑏)| = |ln (
𝑦 𝑏
)|
= |ln (
𝑦 𝑏
−1+1)|
= ln| 𝑦 −𝑏 𝑏
+1|
≤ ln(|
𝑦 −𝑏 𝑏
|+|1|)
= ln( |𝑦 −𝑏| 𝑏
+1)
 39  

< ln( 𝛿 𝑏
+1)
< ln( 𝑏(exp()−1) 𝑏
+1)
= ln((exp()−1)+1)
= ln(exp())

Terbukti bahwa |ln (𝑦)−ln (𝑏)| < , artinya lim 𝑦→𝑏
ln (𝑦) = ln (𝑏) untuk setiap 𝑏 >
0 yang mengimplikasikan bahwa fungsi kontinu pada (0,∞).

3.4. Contoh Kasus
Dalam matematika, keberadaan fungsi eksponensial dan fungsi logaritma sangatlah bermanfaat dalam peradaban manusia. Fungsi eksponensial dan logaritma sering digunakan dalam perhitungan-perhitungan yang berkaitan langsung dengan kehidupan manusia seperti perhitungan keuangan di bank, perhitungan peningkatan atau penurunan jumlah populasi, perhitungan peluruhan suatu zat kimia, dan masih banyak contoh lainnya.
Dalam subbab ini akan diberikan suatu contoh kasus yang menggunakan perhitungan menggunakan fungsi eksponensial dan fungsi logaritma, kemudian akan dikaji perbedaannya jika menggunakan definisi fungsi eksponensial dan logaritma dalam bentuk limit seperti yang telah didefinisikan pada (3.11) dan (3.19). 
Kasus yang dibahas pada studi literatur ini mengenai perhitungan jumlah populasi. Dalam hal ini, para peneliti memulai dengan menggunakan fungsi eksponensial. Untuk menjelaskan persoalan ini secara matematis, misalkan 𝑦 = 𝑓(𝑑) menyatakan ukuran populasi pada saat 𝑑, dengan 𝑑 banyaknya tahun setelah tahun yang telah diketahui jumlah populasinya. Berikut merupakan persamaan yang akan digunakan [3].
 40  

𝑦 = 𝑦0exp(π‘˜π‘‘)   (3.20)
Dengan  𝑦  : banyaknya jumlah populasi setelah 𝑑 tahun
 π‘¦0 : jumlah populasi awal
 π‘˜   : parameter
 π‘‘    : selisih tahun.
 Misalkan jumlah populasi penduduk Indonesia pada awal tahun 2016 diperkirakan sebanyak 240.000.000 jiwa. Dengan π‘˜ = 0,01, maka berapa perkiraan banyaknya jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2066?
Penyelesaian:
i. Perhitungan dengan menggunakan bilangan 𝑒
 Telah diberikan bahwa π‘˜ = 0,01, 𝑦0 = 24.107, dan 𝑑 = 2066 −1016 = 50. Dengan menggunakan persamaan (3.20) maka diperoleh
𝑦 = 24.107.exp ((0,01)50)
𝑦 = 24.107.𝑒0,5
𝑦 = 24.107(1,6487212707)
𝑦 = 39,569310497.107
𝑦 = 395693104,97.
ii. Perhitungan dengan menggunakan definisi exp(π‘₯) = lim 𝑛→∞
(1+ π‘₯ 𝑛
)
𝑛

Sekarang, akan digunakan definisi fungsi eksponensial yang terdapat pada (3.11) dengan kasus yang sama, yaitu sebagai berikut:
𝑦 = 𝑦0exp (π‘˜π‘‘) = 𝑦0 (lim 𝑛→∞
(1+ π‘˜π‘‘ 𝑛
)
𝑛
)   (3.21)
Dengan nilai yang telah diberikan sebelumnya dan mensubstitusikan ke persamaan (3.21), maka diperoleh:
 41  

𝑦 = 24.107 (lim 𝑛→∞
(1+
(0,01)50 𝑛 ) 𝑛
)
𝑦 = 24.107 (lim 𝑛→∞
(1+
0,5 𝑛 ) 𝑛
)
Misalkan 𝑝 = (1+ 0,5 𝑛 )
𝑛
, maka dengan menggunakan sifat logaritma natural
diperoleh
ln(𝑝) = ln(1+
0,5 𝑛 ) 𝑛
= 𝑛ln(1+
0,5 𝑛 )
lim 𝑛→∞
ln(𝑝) = lim 𝑛→∞
𝑛ln(1+
0,5 𝑛 )
= lim 𝑛→∞
ln(1+
0,5 𝑛 ) 1 𝑛 ⁄

𝐿 = lim 𝑛→∞
1 (1+ 0,5 𝑛 )
(−0,5 𝑛2 ⁄ ) (−1 𝑛2 ⁄ )

= lim 𝑛→∞
0,5 (1+ 0,5 𝑛 )

= 0,5
Sehingga dengan menggunakan sifat fungsi invers, diperoleh:
exp(lim 𝑛→∞
ln(𝑝)) = 𝑒0,5
lim 𝑛→∞
𝑝 = 𝑒0,5 = 1,6487212707
Maka 
𝑦 = 24.107 (lim 𝑛→∞
(1+
0,5 𝑛 ) 𝑛
)
 42  

= 24.107(1,6487212707)
= 395693104,97.
iii. Perhitungan dengan menggunakan definisi exp(π‘₯) = lim 𝑛→∞
(1− π‘₯ 𝑛
)
−𝑛

𝑦 = 𝑦0 (lim 𝑛→∞
(1− π‘˜π‘‘ 𝑛
) −𝑛
)   (3.22)
Sama halnya seperti penyelesaian sebelumnya, dengan nilai yang telah diberikan sebelumnya dan mensubstitusikan ke persamaan (3.22), maka diperoleh
𝑦 = 24.107 (lim 𝑛→∞
(1−
0,5 𝑛 ) −𝑛
)
Misalkan π‘ž = (1− 0,5 𝑛 )
−𝑛
, maka dengan menggunakan sifat logaritma
natural diperoleh
ln(π‘ž) = ln(1−
0,5 𝑛 ) −𝑛
= (−𝑛)ln(1−
0,5 𝑛 )
lim 𝑛→∞
ln(π‘ž) = lim 𝑛→∞
(−𝑛)ln(1−
0,5 𝑛 )
= lim 𝑛→∞
ln(1−
0,5 𝑛 ) −1 𝑛 ⁄

𝐿 =  lim 𝑛→∞
1 (1− 0,5 𝑛 )
(0,5 𝑛2 ⁄ ) (1 𝑛2 ⁄ )

= lim 𝑛→∞
0,5 (1− 0,5 𝑛 )

= 0,5
Sehingga dengan menggunakan sifat fungsi invers, diperoleh:
 43  

exp(lim 𝑛→∞
ln(π‘ž)) = 𝑒0,5
lim 𝑛→∞
π‘ž = 𝑒0,5 = 1,6487212707
Maka 
𝑦 = 24.107 (lim 𝑛→∞
(1−
0,5 𝑛 ) −𝑛
)
= 24.107(1,6487212707)
= 395693104,97.
Dari ketiga perhitungan tersebut, dapat disimpulkan bahwa di tahun 2066 diperkirakan penduduk Indonesia meningkat menjadi 395.693.105 jiwa.
Untuk memudahkan pemahaman mengenai kasus tersebut, grafik berikut menggambarkan perbedaan persamaan (3.20) dengan menggunakan definisi fungsi eksponensial pada persamaan (3.11). Supaya terlihat perbedaannya, dimisalkan 𝑛 = 100. Maka dari itu, grafik yang diperoleh adalah sebagai berikut.
           𝑦
𝑦 = 24.107π‘’π‘˜π‘‘
 π‘¦ = 24.107 ( lim 𝑛→100
(1+ π‘˜π‘‘ 𝑛
) 𝑛
)
 π‘¦ = 24.107 ( lim 𝑛→100
(1− π‘˜π‘‘ 𝑛
) −𝑛
)



                π‘˜π‘‘
Gambar 3.1. Perbedaan grafik 𝑦 = 24.107exp (π‘˜π‘‘) ketika 𝑛 = 100
 44  

Ketika 𝑛 ⟶ ∞ maka grafik yang diperoleh yaitu sebagai berikut:
         𝑦
𝑦 = 24.107π‘’π‘˜π‘‘





π‘˜π‘‘
Gambar 3.2. Grafik 𝑦 = 24.107π‘’π‘˜π‘‘ 

 π‘¦
𝑦 = 24.107 (lim 𝑛→∞
(1+
π‘˜π‘‘ 𝑛
) 𝑛
)




π‘˜π‘‘
Gambar 3.3. Grafik 𝑦 = 24.107 (lim 𝑛→∞
(1+ π‘˜π‘‘ 𝑛
)
𝑛

 
 45  


 π‘¦
𝑦 = 24.107 (lim 𝑛→∞
(1−
π‘˜π‘‘ 𝑛
) −𝑛
)




π‘˜π‘‘

Gambar 3.4. Grafik 𝑦 = 24.107 (lim 𝑛→∞
(1− π‘˜π‘‘ 𝑛
)
−𝑛

 Dari gambar 3.2, gambar 3.3, dan gambar 3.4 dapat dilihat bahwa meskipun menggunakan fungsi eksponensial dengan definisi yang berbeda, akan tetapi nilai dari persamaan 𝑦 = 24.107exp (π‘˜π‘‘)  sama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

limit tak tentu

bentuk tak tentu limit fungsi